Tak
seorangpun bisa menjamin dirinya akan tetap terus berada dalam keimanan
sehingga meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Untuk itu kita perlu merawat
bahkan senantiasa berusaha menguatkan keimanan kita. Tulisan ini insya’allah
membantu kita dalam usaha mulia itu.
Tsabat (kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Karena
itu tema ini penting dibahas. Ada beberapa alasan mengapa tema ini begitu
sangat perlu mendapat perhatian serius.
Pertama, pada zaman ini kaum muslimin hidup di tengah berbagai macam fitnah,
syahwat dan syubhat dan hal-hal itu sangat berpotensi menggerogoti iman. Maka
kekuatan iman merupakan kebutuhan muthlak, bahkan lebih dibutuhkan dibanding
pada masa generasi sahabat, karena kerusakan manusia di segala bidang telah
menjadi fenomena umum.
Kedua, banyak terjadi pemurtadan dan konversi (perpindahan) agama. Jika pada
awal kemerdekaan jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 90 % maka saat ini
jumlah itu telah berkurang hampir 5%. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran
mendalam. Untuk menga-tasinya diperlukan jalan keluar, sehingga setiap muslim
tetap memiliki kekuatan iman.
Ketiga, pembahasan masalah tsabat berkait erat dengan masalah hati. Padahal
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Dinamakan hati karena ia (selalu)
berbolak-balik. Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang
diombang-ambingkan oleh angin.” (HR. Ahmad, Shahihul Jami’ no. 2361)
Maka, mengukuhkan hati yang senantiasa berbolak-balik itu dibutuhkan usaha
keras, agar hati tetap teguh dalam keimanan.
Dan sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim kepada hambaNya. Melalui Al Qur’an dan
Sunnah RasulNya Ia memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai tsabat. Berikut
ini penjelasan 15 petunjuk berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah untuk memelihara
kekuatan dan keteguhan iman kita.
Akrab dengan Al Qur’an
Al Qur’an merupakan petunjuk utama mencapai tsabat. Al Qur’an adalah tali
penghubung yang amat kokoh antara hamba dengan Rabbnya. Siapa akrab dan
berpegang teguh dengan Al Qur’an niscaya Allah memeliharanya; siapa mengikuti
Al Qur’an, niscaya Allah menyelamatkannya; dan siapa yang mendakwahkan Al
Qur’an, niscaya Allah menunjukinya ke jalan yang lurus. Dalam hal ini Allah
berfirman: “Orang-orang kafir berkata, mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami teguhkan hatimu dengannya
dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (Al Furqan: 32-33)
Beberapa alasan mengapa Al Qur’an dijadikan sebagai sumber utama mencapai
tsabat adalah: Pertama, Al Qur’an menanamkan keimanan dan mensucikan jiwa
seseorang, karena melalui Al Qur’an, hubungan kepada Allah menjadi sangat
dekat. Kedua, ayat-ayat Al Qur’an diturunkan sebagai penentram hati, menjadi
penyejuk dan penyelamat hati orang beriman sekaligus benteng dari hempasan
berbagai badai fitnah. Ketiga, Al Qur’an menunjukkan konsepsi serta nilai-nilai
yang dijamin kebenarannya. Karena itu, seorang mukmin akan menjadikan Al Qur’an
sebagai ukuran kebenaran. Keempat, Al Qur’an menjawab berbagai tuduhan
orang-orang kafir, munafik dan musuh Islam lainnya. Seperti ketika orang-orang
musyrik berkata, Muhammad ditinggalkan Rabbnya, maka turunlah ayat: “Rabbmu tidaklah
meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepadamu.” (Adl Dluha: 3) (Syarh
Nawawi,12/156) Orang yang akrab dengan Al Qur’an akan menyandarkan semua
perihalnya kepada Al Qur’an dan tidak kepada perkataan manusia. Maka, betapa
agung sekiranya penuntut ilmu dalam segala disiplinnya menjadikan Al Qur’an
berikut tafsirnya sebagai obyek utama kegiatannya menuntut ilmu.
Iltizam (komitmen) terhadap syari’at Allah
Allah berfirman: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan
ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zhalim. Dan Allah berbuat apa saja yang Ia
kehendaki.” (Ibrahim: 27)
Di ayat lain Allah menjelaskan jalan mencapai tsabat yang dimaksud. “Dan
sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka,
tentulah hal demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih meneguhkan (hati
mereka di atas kebenaran).” (An Nisa’: 66)
Karena itu, menjelaskan surat Ibrahim di atas Qatadah berkata:-”Adapun dalam
kehidupan di dunia, Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan kebaikan dan
amal shalih sedang yang dimaksud dengan kehidupan akherat adalah alam kubur.”
(Ibnu Katsir: IV/421)
Maka jelas sekali, sangat mustahil orang-orang yang malas berbuat kebaikan dan
amal shaleh diharapkan memiliki keteguhan iman. Karena itu, Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan amal shaleh secara kontinyu, sekalipun
amalan itu sedikit, demikian pula halnya dengan para sahabat. Komitmen untuk
senantiasa menjalankan syariat Islam akan membentuk kepribadian yang tangguh,
dan iman pun menjadi teguh.
Mempelajari Kisah Para Nabi
Mempelajari kisah dan sejarah itu penting. Apatah lagi sejarah para Nabi. Ia
bahkan bisa menguatkan iman seseorang. Secara khusus Allah menyinggung masalah
ini dalam firman-Nya: “Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah para rasul agar
dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran , pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud:
120)
Sebagai contoh, marilah kita renungkan kisah Ibrahim Alaihis Salam yang
diberitakan dalam Al Qur’an: “Mereka berkata, bakarlah dia dan bantulah
tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman, hai
api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. Mereka hendak
berbuat makar terhadap Ibrahim maka Kami jadikan mereka itu orang-orang yang
paling merugi.” (Al Anbiya’: 68-70)
Bukankah hati kita akan bergetar saat merenungi kronologi pembakaran nabi
Ibrahim sehingga ia selamat atas izin Allah? Dan bukankah dengan demikian akan
membuahkan keteguh-an iman kita? Lalu, kisah nabi Musa Alaihis Salam yang tegar
menghadapi kezhaliman Fir’aun demi menegakkan agama Allah. Bukankah kisah itu
mengingatkan kekerdilan jiwa kita dibanding dengan nabi Musa?
Tak sedikit umat Islam sudah merasa tak punya jalan karena kondisi ekonomi yang
kurang menguntungkan misalnya, sehingga mau saja saat diajak kolusi dan
berbagai praktek syubhat lain oleh koleganya. Lalu mereka mencari-cari alasan
mengabsahkan tindakannya yang keliru. Dan bukankah karena takut gertakan
penguasa yang tiranik lalu banyak di antara umat Islam (termasuk ulamanya) yang
menjadi tuli, buta dan bisu sehingga tidak melakukan amar ma’ruf nahi mungkar?
Bahkan sebaliknya malah bergabung dan bersekongkol serta melegitimasi status
quo (menganggap yang ada sudah baik dan tak perlu diubah).
Bukankah dengan mempelajari kisah-kisah Nabi yang penuh dengan perjuangan
menegakkan dan meneguhkan iman itu kita menjadi malu kepada diri sendiri dan
kepada Allah? Kita mengharap Surga tetapi banyak hal dari perilaku kita yang
menjauhinya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita ke jalan yang diridhaiNya.
Berdo’a
Di antara sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah mereka memohon kepada
Allah agar diberi keteguhan iman, seperti do’a yang tertulis dalam firmanNya:
“Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah
Engkau beri petunjuk kepada kami.” (Ali Imran: 8)
“Ya Rabb kami, berilah kesabaran atas diri kami dan teguhkanlah pendirian kami
serta tolonglah kami dari orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 250)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya seluruh hati
Bani Adam terdapat di antara dua jari dari jemari Ar Rahman (Allah), bagaikan
satu hati yang dapat Dia palingkan ke mana saja Dia kehendaki.” (HR. Muslim dan
Ahmad)
Agar hati tetap teguh maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak
memanjatkan do’a berikut ini terutama pada waktu duduk takhiyat akhir dalam
shalat.
“Wahai (Allah) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada din-Mu.”
(HR. Turmudzi)
Banyak lagi do’a-do’a lain tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam agar kita
mendapat keteguhan iman. Mudah-mudahan kita senantiasa tergerak hati untuk
berdo’a utamanya agar iman kita diteguhkan saat menghadapi berbagai ujian
kehidupan.
Dzikir kepada Allah
Dzikir kepada Allah merupakan amalan yang paling ampuh untuk mencapai tsabat.
Karena pentingnya amalan dzikir maka Allah memadukan antara dzikir dan jihad,
sebagaimana tersebut dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, bila kamu
memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kamu dan dzikirlah kepada Allah
sebanyak-banyaknya.” (Al Anfal: 45)
Dalam ayat tersebut, Allah menjadikan dzikrullah sebagai amalan yang amat baik
untuk mencapai tsabat dalam jihad.
Ingatlah Yusuf Alaihis Salam ! Dengan apa ia memohon bantuan untuk mencapai
tsabat ketika menghadapi fitnah rayuan seorang wanita cantik dan berkedudukan
tinggi? Bukankah dia berlindung dengan kalimat ma’adzallah (aku berlindung
kepada Allah), lantas gejolak syahwatnya reda?
Demikianlah pengaruh dzikrullah dalam memberikan keteguhan iman kepada
orang-orang yang beriman.
(Bersambung…)
Menempuh Jalan Lurus
Allah berfirman: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang
lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan (lain) sehingga
menceraiberaikan kamu dari jalanNya.” (Al An’am: 153)
Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mensinyalir bahwa umatnya bakal
terpecah-belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk Neraka kecuali hanya satu golongan
yang selamat (HR. Ahmad, hasan)
Dari sini kita mengetahui, tidak setiap orang yang mengaku muslim mesti berada
di jalan yang benar. Rentang waktu 14 abad dari datangnya Islam cukup banyak
membuat terkotak-kotaknya pemahaman keagamaan. Lalu, jalan manakah yang selamat
dan benar itu? Dan, pemahaman siapakah yang mesti kita ikuti dalam praktek
keberaga-maan kita? Berdasarkan banyak keterangan ayat dan hadits , jalan yang
benar dan selamat itu adalah jalan Allah dan RasulNya. Sedangkan pemahaman agama
yang autentik kebenarannya adalah pemahaman berdasarkan keterangan Rasul
Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya. (HR. Turmudzi, hasan).
Itulah yang mesti kita ikuti, tidak penafsiran-penafsiran agama berdasarkan
akal manusia yang tingkat kedalaman dan kecerdasannya majemuk dan terbatas.
Tradisi pemahaman itu selanjutnya dirawat oleh para tabi’in dan para imam
shalihin. Paham keagamaan inilah yang dalam terminologi (istilah) Islam
selanjutnya dikenal dengan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah . Atau sebagian
menyebutnya dengan pemahaman para salafus shalih.
Orang yang telah mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah akan tegar dalam
menghadapi berbagai keanekaragaman paham, sebab mereka telah yakin akan
kebenaran yang diikutinya. Berbeda dengan orang yang berada di luar Ahlus
Sunnah wal Jamaah, mereka akan senantiasa bingung dan ragu. Berpindah dari
suatu lingkungan sesat ke lingkungan bid’ah, dari filsafat ke ilmu kalam, dari
mu’tazilah ke ahli tahrif, dari ahli ta’wil ke murji’ah, dari thariqat yang satu
ke thariqat yang lain dan seterusnya. Di sinilah pentingnya kita berpegang
teguh dengan manhaj (jalan) yang benar sehingga iman kita akan tetap kuat dalam
situasi apapun.
Menjalani Tarbiyah
Tarbiyah (pendidikan) yang semestinya dilalui oleh setiap muslim cukup banyak.
Paling tidak ada empat macam :
*
Tarbiyah Imaniyah
yaitu pendidikan untuk menghidupkan hati agar memiliki rasa khauf (takut),
raja’ (pengharapan) dan mahabbah (kecintaan) kepada Allah serta untuk
menghilangkan kekeringan hati yang disebabkan oleh jauhnya dari Al Qur’an dan
Sunnah.
*
Tarbiyah Ilmiyah
yaitu pendidikan keilmuan berdasarkan dalil yang benar dan menghindari taqlid
buta yang tercela.
*
Tarbiyah Wa’iyah
yaitu pendidikan untuk mempelajari siasat orang-orang jahat, langkah dan
strategi musuh Islam serta fakta dari berbagai peristiwa yang terjadi
berdasarkan ilmu dan pemahaman yang benar.
*
Tarbiyah Mutadarrijah
yaitu pendidikan bertahap, yang membimbing seorang muslim setingkat demi
setingkat menuju kesempurnaannya, dengan program dan perencanaan yang matang.
Bukan tarbiyah yang dilakukan dengan terburu-buru dan asal jalan.
Itulah beberapa tarbiyah yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Berbagai
tarbiyah itu menjadikan para sahabat memiliki iman baja, bahkan membentuk mereka
menjadi generasi terbaik sepanjang masa.
Meyakini Jalan yang Ditempuh
Tak dipungkiri bahwa seorang muslim yang bertambah keyakinannya terhadap jalan
yang ditempuh yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah maka bertambah pula tsabat
(keteguhan iman) nya. Adapun di antara usaha yang dapat kita lakukan untuk
mencapai keyakinan kokoh terhadap jalan hidup yang kita tempuh adalah:
Pertama, kita harus yakin bahwa jalan lurus yang kita tempuh itu adalah jalan
para nabi, shiddiqien, ulama, syuhada dan orang-orang shalih.
Kedua, kita harus merasa sebagai orang-orang terpilih karena kebenaran yang
kita pegang, sebagai-mana firman Allah: “Segala puji bagi Allah dan
kesejahteraan atas hamba-hambaNya yang Ia pilih.” (QS. 27: 59)
Bagaimana perasaan kita seandainya Allah menciptakan kita sebagai benda mati,
binatang, orang kafir, penyeru bid’ah, orang fasik, orang Islam yang tidak mau
berdakwah atau da’i yang sesat? Mudah-mudahan kita berada dalam keyakinan yang
benar yakni sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sesungguhnya.
Berdakwah
Jika tidak digerakkan, jiwa seseorang tentu akan rusak. Untuk menggerakkan jiwa
maka perlu dicarikan medan yang tepat. Di antara medan pergerakan yang paling
agung adalah berdakwah. Dan berdakwah merupakan tugas para rasul untuk
membebaskan manusia dari adzab Allah.
Maka tidak benar jika dikatakan, fulan itu tidak ada perubahan. Jiwa manusia,
bila tidak disibukkan oleh ketaatan maka dapat dipastikan akan disibukkan oleh
kemaksiatan. Sebab, iman itu bisa bertambah dan berkurang.
Jika seorang da’i menghadapi berbagai tantangan dari ahlul bathil dalam
perjalanan dakwahnya, tetapi ia tetap terus berdakwah maka Allah akan semakin
menambah dan mengokohkan keimanannya.
Dekat dengan Ulama
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Di antara manusia ada
orang-orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejahatan.” (HR. Ibnu
Majah, no. 237, hasan)
Senantiasa bergaul dengan ulama akan semakin menguatkan iman seseorang.
Tercatat dalam sejarah bahwa berbagai fitnah telah terjadi dan menimpa kaum muslimin,
lalu Allah meneguhkan iman kaum muslimin melalui ulama. Di antaranya seperti
diutarakan Ali bin Al Madini Rahimahullah: “Di hari riddah (pemurtadan) Allah
telah memuliakan din ini dengan Abu Bakar dan di hari mihnah (ujian) dengan
Imam Ahmad.”
Bila mengalami kegundahan dan problem yang dahsyat Ibnul Qayyim mendatangi
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah untuk mendengarkan berbagai nasehatnya. Sertamerta
kegundahannya pun hilang berganti dengan kelapangan dan keteguhan iman ( Al
Wabilush Shaib, hal. 97).
Meyakini Pertolongan Allah
Mungkin pernah terjadi, seseorang tertimpa musibah dan meminta pertolongan
Allah, tetapi pertolongan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung datang, bahkan
yang dialaminya hanya bencana dan ujian. Dalam keadaan seperti ini manusia banyak
membutuh-kan tsabat agar tidak berputus asa. Allah berfirman: Dan berapa banyak
nabi yang berperang yang diikuti oleh sejumlah besar pengikutnya yang bertaqwa,
mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah,
tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Dan Allah menyukai
orang-orang yang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan, Ya Rabb kami,
ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam
urusan kami. Tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang
kafir. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala
yang baik di akherat. “ (Ali Imran: 146-148)
Mengetahui Hakekat Kebatilan
Allah berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang
kafir yang bergerak dalam negeri .” (Ali Imran: 196)
“Dan demikianlah Kami terang-kan ayat-ayat Al Qur’an (supaya jelas jalan
orang-orang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berbuat
jahat (musuh-musuh Islam).” (Al An’am: 55)
“Dan Katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah sirna,
sesungguhnya yang batil itu pastilah lenyap.” (Al Isra’: 81)
Berbagai keterangan ayat di atas sungguh menentramkan hati setiap orang
beriman. Mengetahui bahwa kebatilan akan sirna dan kebenaran akan menang akan
mengukuhkan seseorang untuk tetap teguh berada dalam keimanannya.
Memiliki Akhlak Pendukung Tsabat
Akhlak pendukung tsabat yang utama adalah sabar. Sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam:“Tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada
seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabar-an.” (HR. Al Bukhari
dan Muslim)
Tanpa kesabaran iman yang kita miliki akan mudah terombang-ambingkan oleh
berbagai musibah dan ujian. Karena itu, sabar termasuk senjata utama mencapai
tsabat.
Nasehat Orang Shalih
Nasehat para shalihin sungguh amat penting artinya bagi keteguhan iman. Karena
itu, dalam segala tindakan yang akan kita lakukan hendaklah kita sering-sering
meminta nasehat mereka. Kita perlu meminta nasehat orang-orang shalih saat
mengalami berbagai ujian, saat diberi jabatan, saat mendapat rezki yang banyak
dan lain-lain.
Bahkan seorang sekaliber Imam Ahmad pun, beliau masih perlu mendapat nasehat
saat menghadapi ujian berat oleh intimidasi penguasa yang tiranik. Bagaimana
pula halnya dengan kita?
Merenungi Nikmatnya Surga
Surga adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, kegembiraan dan suka-cita. Ke
sanalah tujuan pengembaraan kaum muslimin.
Orang yang meyakini adanya pahala dan Surga niscaya akan mudah menghadapi
berbagai kesulitan. Mudah pula baginya untuk tetap tsabat dalam keteguhan dan
kekuatan imannya.
Dalam meneguhkan iman para sahabat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
sering mengingatkan mereka dengan kenikmatan Surga. Ketika melewati Yasir,
istri dan anaknya Ammar yang sedang disiksa oleh kaum musyrikin beliau
mengatakan: “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian nanti adalah
Surga”. (HR. Al Hakim/III/383, hasan shahih)
Mudah-mudahan kita bisa merawat dan terus-menerus meneguhkan keimanan kita
sehingga Allah menjadikan kita khusnul khatimah. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar