Nama dan
Nasabnya
Nama
lengkapnya adalah Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin
Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhurn dari
keturunan Harun bin Imran. Ibunya bernama Barrah binti Samaual darin Bani
Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun
setelah masa kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.. Ayahnya adalah
seorang pemimpin Bani Nadhir.
Sejak kecil
dia menyukai ilmu pengetahuan dan rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan
bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi
dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah
pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul di Mekah Dia
sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal
sudah jelas tertulis di dalarn kitab mereka. Demikian juga ayahnya, Huyay bin
Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum muslimin.
Sifat dusta,
tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah tampak di mata Shafiyyah dalam banyak
peristiwa. Di antara yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah sikap Huyay
terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani Quraizhah. Ketika itu, Huyay berjanji
untuk mendukung dan memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan
perjanjian tidak rnengkhianati kaurn muslimin (Perjanjian Hudaibiyah). Akan
tetapi, ketika kaum Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan
tanggung jawab dan tidak menghiraukan mereka lagi. Hal lain adalah sikapnya
terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekah untuk rnenghasut kaum
Quraisy agar memerangi kaum muslimin, dan mereka menyuruhnya mengakui bahwa
agama mereka (Quraisy) lebih mulia daripada agama Muhammad, dan tuhan mereka
lebih baik daripada tuhan Muhammad.
Masa
Pernikahannya
Sayyidah
Shauiyyah bin Huyay r.a. telah dua kali menikah sebelurn dengan Rasulullah.
Suami pertamanya bernama Salam bin Musykam, salah seorang pemimpin Bani
Quraizhah, namun rumah tangga mereka tidak berlangsung lama. Suami keduanya
bernama Kinanah bin Rabi’ bin Abil Hafiq, yang juga salah seorang pemimpin Bani
Quraizhah yang diusir Rasulullah dan kemudian menetap di Khaibar.
Penaklukan Khaibar dan Penawanannya
Perang
Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian yang
telah mereka sepakati dengan kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam. segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin dengan
berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian membentuk pertahanan yang kuat
untuk persiapan menyerang kaum muslimin.
Setelah
perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk menghentikan permusuhan selama sepuluh
tahun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. merencanakan penyerangan
terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun ketujuh hijriah. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam. memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar,
benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga
beberapa hari lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam.
Benteng-benteng mereka berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta
rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Di antara
tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang ditinggal
mati suaminya.
Bilal
membawa Shafiyyah dan putri pamannya menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam.. Di sepanjang jalan yang dilaluinya terlihat mayat-mayat tentara
kaumnya yang dibunuh. Hati Shafiyyah sangat sedih melihat keadaan itu, apalagi
jika mengingat bahwa dirinya menjadi tawanan kaum muslimin. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam. memahami kesedihan yang dialaminva, kemudian
beliau bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu,
wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melewati
mayat-mayat suami mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. rnemilih
Shafiyyah sebagai istri setelah terlebih dahulu menawarkan Islam kepadanya dan
kemudian diterirnanya.
Seperti
telah dikaji di atas, Shafiyyah telah banyak memikirkan Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak dia belum mengetahui kerasulan beliau.
Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui bahwa Muhammad adalah
utusan Allah. Anas r a. berkata, “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah
binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang
diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah rnengharapkanrnu sejak aku
masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu
ketika aku sudah merneluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa
percayanya kepada Rasulullah dan rindunya terhadap Islam.
Bukti-bukti
yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan
sesuatu dalarn tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya.
Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah
sehingga berbekas di wajahnya. Rasulullah melihat bekas di wajah Shafiyyah dan
bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat
bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi
itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut
raja yang datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”
Menjadi
Ummul-Mukminin
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam. menikahi Shafiyyah dan kebebasannya menjadi mahar
perkawinan dengannya. Pernikahan beliau dengan Shafiyyah didasari beberapa
landasan. Shafiyyah telah mernilih Islam serta menikah dengan Rasulullah ketika
beliau memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan beliau atau
tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Ternyata Shafiyyah memilih
untuk tetap bersama Nabi, Selain itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi
yang sangat membahayakan kaum muslimin, di samping itu, juga karena
kecintaannya kepada Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam. menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya
beliau terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri beliau
menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang
Yahudi, di samping juga karena kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka,
Rasulullah pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang
dia lontarkan tentang Shafiyyah. Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba
unta Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata kepada
Zainab, ‘Unta tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu
dan untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan
Yahudi?’ Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan
Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab
berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah
mengatakan lagi, “Suatu siang aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika
itu Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan
mcngungkit-ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu
kepada Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak
engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad,
ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga
disebutkan, “Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, ‘Perempuan Yahudi!’
dia menangis, kemudian Rasulullah menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa cngkau
menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita
Yahudiah.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. bersabda, ‘Engkau adalah
anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan
nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam. kemudian berkata kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah,
Hafshah!”
Salah satu
bukti cinta Hafshah kepada Nabi terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Saad dalarn Thabaqta-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang
beliau wafat. Shafiyyah berkata, “Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang
engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat
satu sama lain. Melihat hal yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!”
Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?” Beliau menjawab, “Dari isyarat
mata kalian terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar.”
Setelah
Rasulullah wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin
karena mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi dia tetap
komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam. Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsrnan bin Affan, dia
berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi.
Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam
menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’. Semoga Allah memberinya tempat
yang lapang dan mulia di sisiNya. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar